Problem Based Learning

Model Problem Based Learning

Pembelajaran sebagai suatu sistem instruksional mengacu pada pengertian sebagai perangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Pembelajaran berasal dari kata “instruction” yang terdiri dari “self instruction” (dari dalam internal) dan “eksternal instruction” (dari eksternal). Pembelajaran yang bersifat internal antara lain datang dari instruktur yang disebut “teaching” atau pengajaran. Pembelajaran yang bersifat eksternal, prinsip-prinsip belajar dengan sendirinya akan menjadi prinsip-prinsip pembelajaran.

Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah, yang kemudian disingkat dengan PBL merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran dengan proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi yang ada dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002).

Pembelajaran dengan model PBL pertama kali diterapkan di Mc. Master University, sebuah sekolah kesehatan di Kanada. Banyak pengertian tentang Problem-Based Learning, namun pada intinya pembelajaran dengan model PBL merupakan cara belajar dengan pola pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa secara kolaboratif (Riyanto, 2009).

Terdapat beberapa tinjauan mengenai pengertian PBL, Duch (dalam Riyanto, 2009), menyatakan bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada tantangan “belajar untuk belajar”. Siswa aktif bekerja sama di dalam kelompok untuk mencari solusi permasalah dunia nyata. Model ini dimaksudkan oleh Duch untuk mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis, analitis, menemukan serta menggunakan sumber daya yang sesuai untuk belajar.
Selanjutnya Finkle & Torp (dalam Riyanto, 2009) menyatakan PBL adalah model pembelajaran yang dapat membangun di sekitar masalah nyata dan kompleks yang secara alami memerlukan pemeriksaan, panduan informasi dan refleksi, membuktikan hipotesis sementara dan diformulasikan untuk dicarikan kebenarannya atau solusinya.

A. Prinsip-prinsip Pembelajaran Berbasis Masalah

Arends (dalam Trianto, 2007) mengatakan PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri, keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.

Beberapa faktor yang merupakan kelebihan dari pembelajaran dengan model PBL, di antaranya adalah:
  1. Peserta didik dapat belajar, mengingat, menerapkan dan melajutkan proses belajar secara mandiri. Prinsip-prinsip membelajarkan seperti ini tidak bisa dilayani melalui pembelajaran tradisional yang menekankan pada kemampuan menghafal
  2. Peserta didik diperlakukan sebagai pribadi yang dewasa. Perlakuan ini memberikan kebebasan pada peserta didik untuk mengimplementasikan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki untuk memecahkan masalah. (Riyanto, 2009).

B. Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Arends (2008), karakteristik pembelajaran dengan model PBL dicirikan sebagai berikut:
  1. Pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang mengambang, yang berhubungan dengan kehidupan nyata
  2. Masalah dipilih sesuai dengan tujuan pembelajaran
  3. Siswa menyelesaikan masalah dengan penyelidikan secara autentik
  4. Secara bersama-sama dalam kelompok kecil, siswa mencari solusi untuk memecahkan masalah yang diberikan
  5. Guru bertindak sebagai tutor dan fasilitator dalam pembelajaran
  6. Siswa bertanggung jawab dalam memperoleh pengetahuan dan informasi yang bervariasi, tidak hanya dari satu sumber saja
  7. Siswa mempresentasikan hasil penyelesaian masalah dalam bentuk produk tertentu. Produk dalam hal ini adalah berupa suatu program aksi.
Menurut Pierce dan Jones (dalam Rusman, 2012), kejadian yang harus muncul dalam implementasi pembelajaran model PBL adalah:
  1. Keterlibatan, yaitu mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah dengan bekerja sama
  2. Inquiry dan investigasi, yaitu mengeksplorasi dan mendistribusikan informasi
  3. Performansi, yaitu dengan smenyajikan temuan
  4. Tanya jawab yang bertujuan untuk menguji keakuratan dan
  5. Refleksi terhadap pemecahan masalah.
Di sini terlihat bahwa pelibatan peserta didik secara aktif dalam upaya eksplorasi pengetahuan dan pemecahan masalah menjadi syarat utama.


C. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000).

Menurut Sudjana (1993), manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para peserta didik merumuskan tugas-tugas dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.

Adapun tujuan pembelajaran berbasis masalah menurut Usman, M. Uzer dan Lilis Setiawati (1993), adalah sebagai berikut:
  1. Agar peserta didik tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran akan tetapi menguasai dan memahami secara penuh.
  2. Mengembangkan keterampilan berpikir rasional, kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgement secara objektif.
  3. Kemampuan peserta didik untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual peserta didik.
  4. Mendorong peserta didik untuk lebih bertanggung jawab dalam belajaranya
  5. Agar peserta didik memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan).

D. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah dirancang dalam suatu prosedur pembelajaran yang diawali dengan sebuah masalah dan menggunakan instruktur sebagai pelatih metakognitif. Prosedur pembelajaran berbasis masalah, seting awalnya adalah penyajian masalah. Proses pembelajaran dimulai setelah peserta didik dikonfrontasikan dengan struktur masalah riil, sehingga dengan cara itu peserta didik mengetahui mengapa mereka harus mempelajari materi ajar tersebut. Informasi-informasi akan mereka kumpulkan dan mereka analisis dari unit-unit materi ajar yang mereka pelajari dengan tujuan untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Melalui PBL, para peserta didik akan belajar bagaimana menggunakan suatu proses interaktif dalam mengevaluasi apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang perlu mereka ketahui, mengumpulkan informasi dan berkolaborasi dalam mengevaluasi suatu hipotesis berdasarkan data yang telah mereka kumpulkan. Sedangkan guru lebih berperan sebagai tutor dan fasilitator dalam menggali dan menemukan hipotesis, serta dalam mengambil kesimpulan.

Menurut Nurhadi, dkk (2004), terdapat lima tahapan dalam penerapan model PBL, dimulai dengan guru memperkenalkan peserta didik dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja peserta didik:
  1. Tahap 1: orientasi peserta didik pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi peserta didik agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
  2. Tahap 2: mengorganisasi peserta didik untuk belajar. Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
  3. Tahap 3: membimbing penyelidikan individual dan kelompok. Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya.
  4. Tahap 4: mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu peserta didik merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model serta membantu berbagai tugas dengan temannya
  5. Tahap 5: menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu peserta didik melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.
Sedangkan menurut Maastricht (dalam Erik D.G & Anette, 2003), langkah-langkah motode pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
  1. Memberikan permasalahan kepada peserta didik, dimana permasalahan tersebut berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
  2. Guru mengorganisasikan peserta didik dalam beberapa kelompok
  3. Guru membantu peserta didik mengorganisasikan tugas belajar sesuai dengan masalah
  4. Peserta didik mengumpulkan pengetahuan dan melakukan percobaan sesuai dengan pemecahan masalah yang dberikan
  5. Peserta didik mengembangkan dan menyajikan hasil karya berupa program aksi.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi peserta didik yang menuntut aktivitasnya dalam menyelesaikan masalah secara ilmiah serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensil dari pelajaran yang diterimanya.

Model PBL berpengaruh terhadap kemampuan berpikir analitis peserta didik disebabkan karena pada model ini peserta didik dilatih untuk berpikir secara sadar dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang disajikan dengan dikontekskan pada dunia nyata. Pada proses pemecahan masalah, peserta didik akan termotivasi untuk menyelidiki lebih dalam, sehingga dapat membangun pengetahuan mereka secara mandiri serta muncul pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi yang secara tidak langsung melatih mereka untuk berpikir analitis.

--------
Sumber: Tesis dengan judul "Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Pelatihan Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan di Provinsi Jawa Timur" (Anang Megocahyo Wijipurnomo, 2004)